Filosofi Natsuki Subaru: SIMP Boy dari Anime Re:Zero

Anime75 Dilihat

Dalam dunia anime, kita sering menemukan karakter-karakter yang menggugah dan penuh emosi, dan salah satu yang paling mencolok adalah Natsuki Subaru dari Re:Zero – Starting Life in Another World. Dikenal luas sebagai “SIMP Boy,” Subaru adalah sosok yang sangat mencerminkan kompleksitas cinta, pengorbanan, dan perjuangan identitas. Dalam artikel ini, kita akan menyelami filosofi Natsuki Subaru, menjelajahi makna dari istilah simp, serta bagaimana ketidakpahaman dan ketulusan Subaru membuatnya terjebak dalam siklus nihilisme dan kesedihan.

Siapa Natsuki Subaru?

Subaru adalah protagonis yang terjebak di antara dunia nyata dan dunia fantasi, sebuah perjalanan yang menggambarkan penderitaan dan keputusasaan. Dia adalah seorang pemuda yang, setelah tiba di dunia yang asing, diberikan kekuatan luar biasa yang disebut “Return by Death.” Namun, kemampuan ini bukanlah berkah; ia justru menjadi kutukan yang membuatnya mati dan hidup kembali secara berulang-ulang. Setiap kematian memberikan pelajaran, tetapi juga hati yang hancur, menjadikannya contoh klasik dari seseorang yang berjuang demi cinta yang tidak terbalas.

Makna “SIMP Boy”

Istilah “SIMP” memiliki akar yang dalam, berasal dari kata “simpleton,” yang berarti orang bodoh. Dalam konteks Subaru, istilah ini mencerminkan seorang pria yang menunjukkan perhatian berlebihan tanpa mendapatkan timbal balik. Subaru terobsesi dengan Emilia, merelakan segalanya, bahkan jiwanya, untuk memenangkan hati seorang perempuan yang sedang mengejar tujuannya sendiri. Melihat seluruh pengorbanan yang dilakukannya, kita tidak dapat menahan diri untuk tidak merasa terharu, sekaligus menyimpan rasa kasihan terhadap dirinya. Namun, kasihan tersebut sering kali diselingi dengan nugget nihilisme ketika kita menyadari, semua usaha itu sia-sia.

Pengertian SIMP dalam Budaya Populer

Apakah kamu tahu bahwa istilah “simp” ini telah ada sejak 1923, hanya untuk berkembang menjadi istilah yang meresahkan dan populer di kalangan generasi muda saat ini? Dalam konteks Subaru, dia jelas adalah representasi dari seorang simp, yang bersedia berkorban tanpa pamrih untuk mendapatkan pengakuan dari Emilia. Ketika kita melihat perjalanan emotional Subaru, kita tidak hanya melihat upayanya untuk menyenangkan Emilia, tetapi juga bagaimana ia terperangkap dalam ekspektasi yang tidak terpenuhi.

Sejarah dan Evolusi Istilah SIMP

Seiring berjalannya waktu, istilah “simp” berubah dari lelucon yang bodoh menjadi ungkapan yang lebih serius tentang dinamika hubungan pria dan wanita. Seperti yang dikemukakan dalam buku Simp Nation karya Kyle Wong, istilah ini menggambarkan kebodohan yang muncul ketika cinta membutakan kemampuan seseorang untuk melihat nilai diri. Dalam kasus Subaru, meskipun memiliki kekuatan untuk mengubah nasibnya, dia terjebak dalam cinta yang tampaknya sia-sia—mencari validasi dan pengakuan dari seorang wanita yang mungkin tidak akan pernah dapat menyukainya kembali.

Subaru dan Cinta yang Tak Terbalas

Subaru adalah contoh klasik dari cinta yang tidak terbalas, di mana perjuangannya untuk memenangkan hati Emilia sering kali berujung pada penderitaan yang mendalam. Meskipun dia rela mengorbankan segalanya—bahkan nyawanya sendiri—demi melindungi perempuan yang ia cintai, ia tak kunjung menerima cinta yang sama darinya.

Ironisnya, di tengah kesedihan dan pengorbanan tersebut, Subaru terlewatkan oleh perhatian yang tulus dari Rem, yang selalu ada untuknya tanpa syarat. Dia berjuang dalam siklus harapan yang tampak sia-sia, terjebak antara cinta yang idealis dan kenyataan pahit bahwa pengorbanan yang ia lakukan mungkin tidak pernah mendapatkan balasan yang pantas. Dalam dunia yang keras ini, kasus Subaru mencerminkan realitas pahit cinta: terkadang, kita terlalu terfokus pada apa yang tidak bisa kita miliki, hingga mengabaikan cinta yang tulus di hadapan kita.

Pengorbanan untuk Cinta

Satu hal yang jelas dalam cerita Natsuki Subaru adalah pengorbanan. Dia tidak pernah ragu untuk melangkah ke dalam kematian demi melindungi Emilia. Dia mengulangi siklus penderitaan ini berulang kali, menciptakan gambaran tentang cinta yang harus dibayar dengan nyawa. Tujuannya untuk membuktikan bahwa dia pantas dicintai menjadi pandangan yang menggelapkan akal sehat: “Apakah semua ini sepadan?” Pertanyaan ini sering muncul dalam benak penonton, terutama ketika Subaru mengorbankan kesempatannya dengan Rem, wanita yang telah berjuang tanpa henti untuknya.

Menolak Cinta Rem

Ironisnya, meskipun Subaru mendapatkan cinta yang tulus dari Rem, dia tetap berpegang pada harapan kosong untuk mendapatkan Emilia. Rem, yang telah mengorbankan segalanya, ditolak mentah-mentah oleh Subaru, meski dia tahu betapa berartinya cinta Rem. Melalui tindakan ini, anime menunjukkan tragedi dan kebodohan pria ketika mereka terjebak dalam siluet cinta yang idealis.

Seperti yang diungkapkan dalam The Subtle Art of Not Giving a F*ck karya Mark Manson, kadang-kadang kita terlalu fokus pada apa yang tidak dapat kita miliki, sehingga kita lupa untuk menghargai yang ada di hadapan kita. Begitulah kiranya perilaku Subaru; dia terjebak dalam fantasi cintanya, kehilangan kesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang nyata di dunia yang keras dan penuh tantangan.

Kebodohan Pria dalam Mencari Cinta

Kebodohan pria dalam mencari cinta sering kali terwujud dalam pengorbanan yang berlebihan dan pengabaian terhadap diri sendiri, seperti yang terlihat pada karakter Subaru di Re:Zero. Dalam upayanya untuk memenangkan hati Emilia, Subaru berulang kali mengesampingkan kebutuhan dan keinginannya sendiri, terjebak dalam siklus melayani dan menyenangkan orang lain. Dia terpengaruh oleh ilusi bahwa cinta yang dia berikan akan membawa pada hubungan yang diinginkannya, padahal kenyataannya adalah pengabaian dirinya yang jauh lebih berbahaya.

Perilaku ini menciptakan ketegangan antara cinta tulus yang diinginkan dan pengorbanan yang sia-sia, menunjukkan bagaimana obsesi bisa membuat seorang pria buta terhadap realitas di sekitarnya. Dalam banyak kasus, pria seperti Subaru memilih untuk mengejar cinta yang sulit didapat, sering kali mengabaikan hubungan yang lebih sehat dan berarti di depan mata mereka.

Hal ini menciptakan skenario di mana mereka terus menerus berkorban demi cinta idealis, padahal mereka bisa menemukan kebahagiaan di tempat lain—sebuah pelajaran pahit yang menunjukkan bahwa cinta tak selalu harus diperjuangkan dengan pengorbanan tanpa akhir.

Menyimpulkan Diri Sendiri

Terjebak dalam cinta dan pengorbanan, Subaru memperlihatkan bahwa saat terfokus pada orang lain, kita sering kali lupa pada diri sendiri. Dia tidak hanya mengabaikan Rem; dia juga berpura-pura tidak memiliki nilai yang berarti bagi dirinya dan orang lain. Di balik semua harapan dan pengorbanan, terlihat jelas bahwa Subaru tidak menyadari betapa berharganya dia sebagai individu. Ketidakmampuannya untuk memperhatikan diri sendiri menciptakan kondisi mental yang kelam dan menyedihkan.

Dampak Psikologis

Subaru adalah gambaran nyata dampak psikologis dari perilaku SIMP. Ketika seseorang terjebak dalam siklus memberi tanpa menerima, mereka mulai mengalami dampak negatif—stres, ansietas, dan bahkan depresi. Dalam pandangan psikologis, kebodohan dalam mencintai dengan cara ini bisa mengarahkan pada ketidakpuasan dan krisis identitas.

Subaru tidak hanya berjuang untuk melindungi Emilia; ia juga berjuang dengan ketidakpastian yang terus-menerus menggerogoti nilai diri dan keberadaan. Dalam buku The Myth of Self-Esteem oleh Nathaniel Branden, dijelaskan bagaimana rendahnya harga diri sering kali terhubung dengan pengabaian terhadap keinginan dan identitas pribadi. Subaru adalah contoh yang sempurna dari individu yang kehilangan arah dalam pencarian cinta yang tidak berujung.

Refleksi Filosofis terhadap Karakter Subaru

Karakter Natsuki Subaru dalam Re:Zero menawarkan pandangan yang mendalam dan reflektif tentang sifat cinta, pengorbanan, dan eksistensi manusia. Dalam kerangka pemikiran filosofi eksistensialis, Subaru mengubah setiap kematiannya menjadi pelajaran berharga, berusaha menemukan makna dalam pengalaman pahitnya. Ia terjebak dalam dinamika kompleks antara keinginan untuk mencintai dan ketidakpastian tentang nilai dirinya; meskipun dia memiliki kemampuan untuk memilih jalannya, dia sering kali terperangkap dalam pengorbanan demi cinta yang tidak terbalas.

Konsep Schopenhauer tentang kehendak dan penderitaan mencerminkan perjalanan Subaru—meskipun dia berupaya keras untuk menciptakan makna melalui penderitaannya, cinta yang dia idolakan sering kali menjadikannya rentan terhadap frustrasi dan kehampaan.

Di sisi lain, filsafat Plato menyoroti idea tentang cinta yang lebih tinggi, di mana Subaru, meskipun berjuang untuk membebaskan diri dari keterikatan duniawi, terjebak dalam kecenderungan manusiawi untuk mencari cinta yang ideal.

Dia menggambarkan pencarian cinta yang nyata di tengah ketidakpastian dan kerapuhan eksistensial, mengajak kita untuk merenungkan pertanyaan mendasar: apakah pengorbanan tanpa batas untuk cinta yang tidak terbalas benar-benar sepadan, ataukah kita harus belajar mencintai diri kita sendiri sebelum bisa mencintai orang lain dengan tulus? Dalam perjalanan batinnya, Subaru tidak hanya berusaha memahami arti cinta, tetapi juga menemukan keberanian untuk mencintai dirinya sendiri, sebuah pelajaran yang penting bagi kita semua dalam perjalanan hidup ini.

Konsep Cinta dalam Filsafat

Cinta yang ditunjukkan Subaru tidak hanya tentang pengorbanan; ia juga melibatkan pemahaman yang mendalam soal eksistensi. Dalam pandangan filosofis, cinta bisa menjadi kekuatan pendorong yang memotivasi seseorang untuk bertindak, tetapi juga bisa menjadi belenggu yang memperbudak. Sebagaimana Plato menggambarkan dalam Symposium, cinta bisa menjadi jalan menuju keindahan dan kebenaran, tetapi dalam kasus Subaru, cinta itu justru mendorongnya ke sisi gelap nihilisme. Pertanyaannya, di mana batas antara pengorbanan cinta dan kebodohan yang tidak berujung?

Menghadapi Ketidakpastian dan Harapan

Di balik semua pengorbanan dan perjuangan, terlihat bahwa Subaru juga mencoba menghadapi ketidakpastian hidupnya. Sebuah tema yang selalu muncul dalam Re:Zero adalah bagaimana Subaru belajar dari kesalahan dan kematiannya untuk mencoba lagi. Dalam diskusi tentang eksistensialisme, filsuf Jean-Paul Sartre berpendapat bahwa individu harus mengatasi absurditas kehidupan dengan menciptakan makna mereka sendiri. Namun, di sisi lain, Subaru melawan pola ini dengan berusaha menemukan makna dalam pengorbanan yang tampaknya sia-sia.

Memahami Natsuki Subaru

Perjalanan Natsuki Subaru dalam Re:Zero adalah gambaran dari banyak aspek sifat manusia—cinta, pengorbanan, harapan, dan, yang terpenting, kebodohan. Dia adalah seorang SIMP yang rela memberikan segalanya demi cinta yang tidak terbalas, dan mencerminkan bagaimana obsesi bisa membutakan kita dari nilai diri. Dalam upayanya untuk melindungi dan memuaskan Emilia, Subaru terkadang gagal melihat cinta yang tulus yang berasal dari Rem.

Melalui narasi yang penuh kaos dan keputusasaan, Subaru mengingatkan kita bahwa terkadang kasih sayang itu tidak lurus dan bisa berujung pada penyesalan. Mengapa, dalam pencarian kita untuk mencintai dan dicintai, kita terkadang mengabaikan apa yang benar-benar penting: diri kita sendiri. Melalui keputusan yang tampaknya bodoh dan kebanggaan dalam cinta, pertanyaannya tetap: apakah cinta layak diperjuangkan jika itu membuat kita kehilangan diri kita sendiri?

Subaru adalah manifestasi dari salah satu dari banyak pria yang terjebak dalam sinisme dan kekosongan ketika cinta tidak terbalas. Dia mengajarkan kita perlunya kesadaran dan pengertian dalam hubungan, dan mungkin, di dunia yang penuh dengan keputusasaan, kita harus belajar untuk mencintai diri kita sendiri sebelum kita dapat mencintai orang lain. Dengan semua penderitaan ini, kita hanya bisa merenungkan: kapan kita akan mengubah pola itu dan berani melangkah menuju cinta yang sehat dan saling menghargai?