Jepang saat ini menghadapi ancaman resesi seks akibat angka kelahiran yang terlalu rendah. Jumlah kelahiran di Jepang pada tahun 2022 diperkirakan kurang dari 800 ribu. Fenomena resesi seks ini memiliki dampak serius, terutama terkait dengan populasi lansia yang terus meningkat di negara tersebut.
Data resmi dari Bank Dunia menunjukkan bahwa Jepang merupakan negara dengan populasi lansia (usia di atas 65 tahun) terbesar kedua di dunia setelah Monaco. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh resesi seks dalam suatu negara. Apa saja konsekuensi yang akan terjadi jika sebuah negara mengalami fenomena ini?
Fenomena Resesi Seks Berakibat Fatal di Masa Depan
Dampaknya sangat fatal, terutama terkait dengan tidak adanya generasi muda yang dapat menggantikan populasi yang menua. Keberadaan populasi yang menua akan memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian negara matahari terbit tersebut.
Ilustrasi penduduk Jepang (Sofia Terzoni-Pixabay)
Perdana Menteri Jepang, Fushio Kishida, dalam pidatonya menyampaikan bahwa resesi seks merupakan masalah yang harus segera ditangani. Pemerintah telah menyiapkan strategi dan memberikan tunjangan agar penduduknya termotivasi untuk memiliki keturunan.
“Kebijakan mengenai anak dan pengasuhan anak merupakan investasi paling efektif untuk masa depan,” ujar Kishida.
Dalam enam tahun terakhir, Jepang telah mencatat jumlah kelahiran terendah. Pada tahun 2021, jumlah kelahiran hanya sekitar 811.622, angka terendah sejak pertama kali dicatat pada tahun 1899.
Penurunan angka kelahiran ini bahkan lebih cepat dari perkiraan para ahli demografi pada tahun 2017. National Institution of Population and Social Security memproyeksikan bahwa jumlah kelahiran di Jepang tidak akan turun di bawah 800 ribu hingga tahun 2030.
Survei yang dilakukan pada tahun 2021 kepada 5.800 pasangan menikah menemukan bahwa mereka sebenarnya menginginkan memiliki lebih banyak anak daripada yang direncanakan. Namun, mereka akhirnya tidak memiliki anak karena alasan finansial.
Dampak Negatif Resesi Seks
Resesi seks menyebabkan penurunan angka kelahiran yang berdampak pada perubahan demografi. Beberapa dekade ke depan, para ahli demografi memprediksi bahwa jumlah kakek-nenek akan lebih banyak daripada cucu-cucu.
Penurunan angka kelahiran ini memiliki dampak serius di masa depan, di mana populasi lanjut usia akan lebih banyak daripada populasi usia produktif. Negara dengan angka kelahiran yang rendah harus mencari cara untuk merawat populasi yang semakin menua.
“Bayangkan dampak sosial dan ekonomi di masyarakat di mana jumlah kakek-nenek jauh melebihi jumlah cucu,” jelas Christopher Murray, Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap resesi seks di Jepang antara lain akses mudah terhadap kontrasepsi, biaya hidup yang tinggi, fokus perempuan pada pendidikan dan karier, serta keputusan perempuan untuk memiliki sedikit anak atau bahkan memilih untuk tidak memiliki anak sama sekali (childfree).
Dampak resesi seks dalam suatu negara menjadi perhatian serius bagi pemerintah dalam menjaga keberlanjutan masa depan negara. Langkah-langkah strategis dan kebijakan yang mendukung perencanaan keluarga perlu dilakukan untuk mengatasi tantangan ini dan menjaga kestabilan populasi serta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.